Pantaukaltim.com, Samarinda – Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah entitas yang berhak mendapatkan pendidikan, sesuai dengan usia mereka. Namun sayangnya, jika para ABK tersebut disekolahkan di sekolah umum, maka para ABK tersebut rentan menerima perilaku perundungan atau bullying.
Melihat hal itu, Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti meminta agar Pemkot Samarinda bisa memperhatikan jumlah dan kualitas guru-guru inklusi serta konselor pendidikan di sekolah-sekolah.
“Karena jumlah guru inklusi dan konselor pendidikan di Samarinda masih terbilang minim. Jadi untuk menangani perundungan, tentu akan sulit optimal,” jelas Puji, Jumat [19/4/2024].
Puji menyebut, sekolah inklusi harusnya bisa menjadi tempat teraman dan paling nyaman untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Sehingga mereka bisa memperoleh hak mereka dalam bidang pendidikan.
Dibarengi dengan fasilitas yang menunjang, dan guru-guru yang memiliki pemahaman lebih terkait pendidikan inklusi, ABK bisa mengenyam pendidikan layaknya anak-anak lainnya.
“Jangan sampai, ABK ini justru jadi korban perundungan. Terlebih ketika mereka ada di sekolah-sekolah umum non-inklusi,” sambungnya.
Data yang dihimpun dari berbagai sumber menujukkan, per Januari 2024, setidaknya ada lebih dari 150 sekolah di Samarinda yang mulai menerapkan sistem pendidikan yang inklusif. Penerapan sekolah inklusi dilakukan untuk mendorong percepatan terwujudnya Sekolah Ramah Anak (SRA).
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda, Asli Nuryadin menerangkan, pentingnya sekolah inklusi untuk menjamin anak-anak Samarinda bisa mendapatkan pendidikan, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. [dtn/ADV DPRD SMD]