JAKARTA – Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dengan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) secara prioritas kepada UMKM, Koperasi, BUMD, hingga organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan mendapat dukungan dari Asosiasi Pengusaha Penambangan Rakyat Indonesia (APPRI).
Ketua Umum APPRI, Rudi Prianto mengatakan selama ini skema pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) melalui lelang hanya menguntungkan perusahaan besar yang berkantor di Jakarta. Sementara, pengusaha lokal hanya gigit jari.
“APPRI beranggotakan banyak pengusaha lokal, mereka sering mengeluhkan soal skema ini. Bahwa, skema lelang hanya menguntungkan pengusaha yang punya modal besar dan punya akses dengan pejabat nasional,” terang Rudi, Kamis 30 Oktober 2025.
Oleh karena itu, kata Rudi, APPRI mendukung penuh kebijakan Menteri ESDM.
“Apalagi Pak Bahlil sebelumnya pernah jadi pengusaha lokal, jadi paham betul, bagaimana nasib para pengusaha lokal yang sering kali jadi penonton di daerahnya sendiri,” ungkapnya.
“Padahal, daerah mereka kaya dengan sumber kaya alam. Pak Bahlil itu sudah tahu persis kondisi di daerah, sehingga kebijakan beliau itu saya rasa tepat sekali. Kita perlu dukung,” sambung dia.
Nasib para pengusaha lokal ini, kata Rudi, sering kali diperjuangkan APPRI termasuk ikut mendorong agar ada payung hukum yang jelas bagi pelaku usaha pertambangan rakyat.
Pasalnya, selama ini Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diakomodir dalam UU Nomor 3/2020 tentang Minerba, tidak mencakup sektor batu bara.
Sebagai contoh, di Kaltim misalnya, banyak warga lokal yang terlibat dalam kegiatan usaha pertambangan batu bara namun tanpa izin. Karena tak punya modal dan akses ke pejabat ke nasional.
“Karena disebut ilegal akhirnya ditangkap oknum aparat penegak hukum. Jadi memang agak ironi,” tegas Rudi.
Padahal, selama ini masyarakat lokal nyaris tak punya kesempatan menikmati hasil alamnya. Mereka lebih banyak menerima dampak kerusakan lingkungan dari perusahan besar dari luar Kaltim.
“Dan itu pernah kami sampaikan ke KPK. Bahwa, untuk menutup celah korupsi, KPK mesti mendorong perbaikan regulasi dalam sektor pertambangan rakyat dengan memperluas cakupan IPR ke sektor batu bara. Dengan begitu, potensi korupsi di sektor batu bara, bisa ditekan,” tegas Rudi.
“Kenapa demikian, karena selama ini kegiatan penambangan tak berizin itulah banyak memunculkan celah korupsi, seperti pungutan liar, suap, gratifikasi ke sejumlah pihak, baik itu penegak hukum maupun penyelenggara negara,” sambungnya. [*]






