SAMARINDA – Badan Kehormatan Dewan segera memanggil oknum anggota DPRD Kaltim berinisial AG. Ia diduga melakukan pelanggaran etika atas konten provokatif yang memuat ujaran kebencian dengan menyinggung SARA di medsos terhadap warga Kaltim yang tengah menjalani perkara hukum.
Ketua BK DPRD Kaltim Subandi, mengatakan anggota DPRD tersebut diminta untuk membuat klarifikasi terhadap konten video yang telah beredar di dunia maya. “Kami akan memanggil anggota yang dimaksud untuk klarifikasi,” katanya, seperti dikutip Akselerasi dari Antara.
Diketahui, anggota DPRD Kaltim, berinisial AG telah melaporkan warga Kaltim dengan tuduhan doxing dan pencemaran nama baik yang mengarah pada pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), di Polda Kaltim pada Februari 2025.
Laporan tersebut saat ini tengah ditangani oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Kaltim, dan menyeret beberapa nama jurnalis Kaltim sebagai terlapor dan saksi.
Saat proses hukum masih berjalan, beredar video pernyataan anggota dewan di media sosial bahwa terduga pelaku merupakan warga berasal dari luar Kaltim.
Solidaritas Wartawan Kaltim, Oktavianus menyebut pernyataan anggota dewan tersebut telah memantik reaksi warga Kaltim mengarah pada isu SARA, melalui kolom komentar dalam video yang ditayangkan.
“Kami sangat menyayangkan terjadinya kegaduhan di media sosial, khususnya terkait isu SARA yang tidak pantas diucapkan oleh pejabat publik di media sosial,” kata Okta.
Ia berharap semua pihak tetap menghormati proses hukum yang berjalan, dan tidak membuat isu sensitif untuk merusak keharmonisan warga Kaltim yang sangat heterogen berasal dari berbagai macam suku di Indonesia.
Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansah Hamzah menjelaskan etika pejabat publik melekat sejak pertama kali disumpah, sehingga para pejabat publik termasuk anggota dewan dituntut menjaga ucapan, tindak, dan kelakuan, serta taat pada hukum yang berlaku.
“Mereka juga mesti paham bagaimana ruang hukum yang mesti mereka hadapi sehari-hari. Termasuk, misalnya ketika dia mengucapkan kata-kata yang menjurus permusuhan berdasarkan suku agama ras, Dan antar golongan itu, Mereka harusnya membaca aturan,” ungkapnya.
Dosen Fakultas Hukum UNMUL Samarinda itu menyebut dari sisi hukum ucapan bermuatan SARA pada media sosial dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
“Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang (UU) ITE mengatur larangan penyebaran informasi elektronik yang bersifat menghasut atau memicu kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi tersebut dapat dikenai sanksi pidana, Masa mereka enggak baca misalnya Undang-Undang ITE , Di Pasal 28 ayat 2 itu kan cukup jelas,” tegas Herdiansyah. [sumber : akselerasi.id]