BALIKPAPAN – Kalimantan Timur telah berjasa besar dalam penurunan pengurangan emisi di permukaan dunia. Berbasis lahan, Indonesia peringkat ketiga yang memiliki lahan terbesar di dunia setelah Brazil dan Kongo.
Brazil memiliki lima juta kilometer persegi hutan tropis, Kongo memiliki kurang lebih dua jutaan kilometer persegi hutan hujan tropis, dan Indonesia memiliki 1.8 juta kilometer persegi. Hutan itu yang dimiliki Indonesia untuk menghasilkan oksigen.
Hal ini disampaikan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor dalam kesempatannya menyampaikan pidato di tengah peserta Seminar Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia yang dilaksanakan di Swiss-bell Hotel Balikpapan pada 14 – 15 Agustus 2023.
“Jika lahan terbakar, maka akan tumbuh lagi, tidak ada satu wilayah atau sejengkal pun di Indonesia, ketika lahannya terbakar tidak dapat tumbuh lagi. Tanaman-tanaman itulah penghasil oksigen. Sepanjang tahun, tumbuhan itu hidup dan sepanjang tahun memproduksi,” ungkapnya.
Lanjutnya semua tanaman yang hijau dan mengandung klorofil, dimana matahari berperan untuk proses fisiologi tanaman, pasti dia akan menghasilkan.
“Termasuk sawit, cuma sawit ini homogen (monokultur) sifatnya yang tidak disukai oleh Eropa, karena katanya merusak hutan. Itu awal-awalnya,” jelas Gubernur.
Diakuinya, memang ada kesalahan pandangan. Pengelolaan kebun sawit dilakukan di kawasan areal penggunaan lainnya atau APL. Namun seringkali salah diterjemahkan kawasan APL itu disebut hutan padahal tidak. Tanaman Sawit, daunnya mengandung klorofil sehingga menghasilkan oksigen.
Lanjutnya sekarang cara pengelolaan kawasan peralihan pengelolaan sawit setelah dibuka lahannya langsung ditanam dengan penutup lahan yang cepat tumbuh agar jangan sampai terjadi penguapan ketika matahari menyinari tanah, salah satu tanaman penutup lahan itu contohnya kurkuma.
“Sawit berumur mencapai 30 tahun, dibandingkan dengan bunga matahari, setiap 6 bulan atau 7 bulan panen. Dan panennya membabat habis permukaan tanah. Jadi tanah setiap tahunnya terbuka. Ini bukan persoalan merusak hutan, ini persoalan persaingan saja,” tuturnya.
Gubernur juga menjelaskan bahwa minyak nabati yang bersumber dari sawit itu lebih dari 10 kali lipat lebih banyak dibanding bunga matahari.
Sekitar 60 persen produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ada di Indonesia termasuk di Kaltim, 20 persen CPO itu untuk bahan baku produk dalam negeri termasuk minyak goreng dan biodiesel.
“Sebanyak 35 juta itu yang kita ekspor ke Eropa, kurang lebih 8 persen dari 35 juta. Jadi sekitar 200 sampai 250 ribu ton kita gunakan untuk keperluan bahan baku produksi dalam negeri. Ini realitas yang saya tahu,” jelasnya. [*]