KUKAR, PANTAUKALTIM – Geram dengan aktivitas tambang ilegal, warga RT 01, Desa Teluk Dalam, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) melakukan aksi penolakan sekaligus menyidak lokasi tambang yang tak jauh dari pemukiman warga.
Warga marah karena tidak ada penindakan dari polisi. Padahal, operasinya sangat dengan rumah warga.
Muhammad Nasikin, salah satu warga setempat menyebut tumpukan batu bara illegal itu, bahkan hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumahnya.
“Bahkan ada rumah warga lain yang hanya 20 meter, sangat dekat. Ditumpuk persis di samping rumah warga,”Nasikin, Jumat [15/9/2023].
Selain ditumpuk dekat rumah warga, debu dari aktivitas tambang ilegal itu bikin banyak anak-anak kena ispa. Sehingga, sebagian warga mengungsikan anak-anaknya keluar desa.
“Saya sendiri baru seminggu saja merasakan dampaknya, apalagi tetangga saya yang dekat dengan tempat penumpukan batu bara itu,” ucap Nasikin.
Getaran aktivitas tambang illegal juga bikin rumah warga retak. Muhammad Yusuf mendapati dinding rumahnya retak. Padahal, ketika membangun rumah ini, keluarganya mengidamkan hunian yang nyaman. Namun, keretakan ini membuat Yusuf sekeluarga was-was.
Mereka menduga keretakan ini akibat aktivitas tambang ilegal tak jauh dari rumah mereka. Getaran alat berat dan aktivitas pertambangan, membuat rumahnya kena imbas.
Apalagi, aktivitas alat berat, tak malu-malu lewat di jalan umum. Maka dari itu, yang dampak tak hanya mengenai Yusuf. Tetangga Yusuf yang tinggal di RT 01 Desa Teluk Dalam, Tenggarong Seberang juga turut merasakannya.
“Rumah saya itu bahkan sampai retak, akibat aktivitas pertambangan ini. Bahkan ada warga yang mengalami sesak nafas akibat asap dari tumpukan batu bara yang berada tak jauh dari rumahnya,” ungkap Yusuf.
Warga mengaku sudah melapor dampak sosial yang timbul akibat aktivitas tambang tersebut kepada kepala desa. Namun, pemerintah desa seolah membiarkan, tanpa langkah apapun.
“Warga pernah melaporkan ke kepala desa tapi tidak digubris oleh pemerintah desa,” ungkap Yusuf.
Karena tak ada penindakan baik dari pemerintah desa maupun penegak hukum, warga akhirnya turun tangan.
Warga didampingi Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Kukar, dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim memblokir aktivitas penambangan.
Saat melakukan aksi, warga membawa tiga tuntutan :
- Hentikan segala aktivitas pertambangan illegal di wilayah mereka.
- Tangkap pelaku tambang illegal.
- Meminta Kepala Desa Teluk Dalam mengundurkan diri.
Warga Diintimidasi
Mereka melakukan orasi sambil membentangkan spanduk penolakan persis akses masuk jalan tambang yang ditutup pagar seng.
Setelah beberapa lama melakukan demonstari warga yang geram akibat tidak adanya respon dari pihak penambang, kemudian warga mencoba melakukan pendobrakan gerbang seng untuk masuk ke area yang ditambang.
Setibanya di area tambang tersebut, selain bekas galian dari pantauan media ini ada juga 2 unit excavator [alat berat]. Setelah beberapa menit aksi di area tersebut berjalan lalu warga ditarik mundur ke tempat sebelumnya.
“Tadi pas aksi tiba-tiba ada telepon dari pihak desa yang ngomong untuk segera keluar, karena ada yang bawa-bawa parang,” ucap Yusuf salah satu warga Desa Teluk Dalam.
Jauh hari sebelumnya juga telah ada intimidasi terhadap warga wilayah tersebut, mulai dari penutupan usaha milik Yusuf sendiri, hingga ada yang diancam akan dibunuh.
“Intimidasi ke saya, usaha saya mau ditutup,” ucapnya lagi.
Yusuf menjelaskan telah dilakukan pertemuan sebanyak 3 kali, untuk penggalian ini telah disepakati berheti pada tanggal 8 September 2023 tidak ada aktifitas.
“Itu ditandatangani penambang, warga, ketua RT, Kepala Desa (Kades). Tetapi sampai tadi malam masih bergerak,” jelas Yusuf.
Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari menyebutkan aktivitas tambang itu ilegal ini telah berjalan selama kurang lebih 1 bulan.
Para penambang menggunakan modus pematangan lahan untuk bisnis properti. Namun, belakangan diketahui ada 4 alat berat beserta kendaraan truk muat batubara keluar masuk kampung.
“Warga resah dengan keberadaan aktivitas ilegal, karena kerap mengganggu dengan menimbulkan suara bahkan beberapa rumah warga yang berbahan baku beton pun mengalami keretakan akibat goncangan dari aktivitas batubara,” ungkap Mareta.
Sebelumnya, kata Mareta, warga sudah memberi kesempatan waktu kepada penambang ilegal untuk pergi dan mengeluarkan alat berat selama 7 hari.
Namun, tindakan ini diabaikan oleh penambang, sebab diduga kuat penambang ilegal mendapat dukungan kuat dari pejabat desa setempat. [dtn]