MATAHARI baru saja menampakan diri ketika Muhammad Zainuri berangkat menuju Kelurahan Pendingin, Kutai Kartanegara. Pergi menggunakan kendaraan roda dua dari rumahnya di Kelurahan Sangasanga Dalam, lelaki berusia 41 tahun ini harus menempuh jarak sekitar 10 kilometer untuk sampai di tempat kerja.
Laju kendaraannya terhenti dengan tiba-tiba. Aroma tak sedap menyengat di depan industri peleburan nikel PT Kalimantan Ferro Industry. Air parit keruh.
“Hitam sekali airnya dan berbau busuk,”kata Muhammad Zainuri melalui tayangan video lima belas detik yang diterima tim KJI, Rabu 20 Juli 2023.
Ia pun bergegas mendokumentasikan peristiwa tersebut menggunakan gawainya. Berdasarkan salinan video lain yang durasinya lebih panjang, Zainuri mengatakan peristiwa itu terjadi di RT 8, Kelurahan Pendingin. Cuplikan gambar bergerak itu memperlihatkan gelembung busa putih.
Ia menjelaskan, air limbah dari PT KFI dibuang ke parit warga. Arah air dari parit itu nantinya sampai ke Sungai Mahakam. Aroma airnya tercium sangat bau dan airnya berwarna hitam.
“Bahkan sampai hari ini, air dalam parit itu masih berwarna hitam,”terang Zainuri ketika dikonfirmasi, Minggu, 20 Agustus 2023.
Zainuri memang kerap melintasi jalan di depan industri peleburan nikel PT KFI. Saban hari ia melintasi jalan itu ketika berangkat dan pulang kerja di sebuah perusahaan jasa pelabuhan. Semenjak adanya proses pembangunan PT KFI, bau busuk yang menyengat lumrah ia terima. Aromanya membuat Zainuri pusing dan mau muntah.
Sebagaimana diketahui, industri peleburan nikel yang dimaksud Zainuri itu milik KFI di Kelurahan Pendingin. Pemprov Kaltim menyebutkan, nilai investasi PT KFI mencapai Rp 30 triliun. Nilai itu lebih besar dari APBD Kaltim 2023 senilai Rp 17,2 triliun—terbesar dalam sejarah—yang disahkan pada akhir 2022.
Berdasarkan laman situs Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim,Januari 2022, PT SLJ Global Tbk melalui anak usaha PT Nityasa Prima telah melakukan penandatanganan joint corporation dengan investor asal China, Santa Taihuitong New Material Co, Ltd, untuk pembangunan industri peleburan nikel di Kelurahan Pendingin.
Tim KJI memiliki dokumen AHU yang diterbitkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait perusahaan KFI. Dalam dokumen itu dijelaskan bahwa Sanya Taihuitong New Material Co, Ltd memiliki 1.125.000 lembar saham dengan nilai Rp 1.125.000.000.000. Sementara PT Nityasa Prima memiliki 125.000 lembat saham dengan nilai Rp 125.000.000.000.
Dokumen tersebut mengungkapkan, ada tiga orang dengan warga negara China yang mengemban jabatan. Di antaranya Jian Li sebagai direktur, Linhua Yang sebagai presiden komisaris dan Xianming Yang sebagai komisaris. Sementara Andrew Putra Sunarko tercatat sebagai satu-satunya orang Indonesia yang menjabat sebagai komisaris.
Dampak Lingkungan
Hari mulai gelap ketika seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyapu salah satu teras rumah di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara.
Tak membutuhkan waktu lama baginya, lantai keramik yang luasnya lebih kurang dua kali papan tenis meja itu bersih tak sampai 10 menit.
Ia lantas duduk bersila di teras rumah, menghadap sisi utara, dan menatap gemerlap cahaya pembangunan industri peleburan nikel milik PT KFI.
“Dulu tidak ada debu sehitam ini,” ucapnya sembari memperlihatkan telapak kaki, Selasa, 15 Agustus 2023. “Tapi sekarang, semenjak ada jalan itu (miliki PT KFI), debu lebih banyak dan hitam. Seperti tadi ketika jalan, di kaki langsung nempel debu hitam. Itu debunya nempel sampai ke dalam-dalam rumah.”
Mulanya, ia tak pernah mengira adanya debu hitam di dalam rumah. Saban hari ketika pulang kerja, anaknya mengingatkan untuk mencuci kaki sebelum masuk rumah. Lantai kotor, kata anaknya. Ia pun terkejut melihat telapak kaki dipenuhi dengan duli. Debu tebal menempel sebagian sisi lemari dan sajadah di ruang shalat. Pakaian yang kering setelah dijemur lebih sering dikebas. Ia harus bekerja lebih keras untuk membersihkan seluruhnya. “Ini sudah terjadi sejak kurang lebih 1 bulan terakhir parah-parahnya,”ucapnya.
Ia mengungkapkan, intensitas pembangunan industri peleburan nikel milik PT KFI meningkat. Truk jungkit dan kendaraan besar lainnya beroperasi lebih banyak. Shift kerja kian bertambah menjadi tiga kali. Tak peduli siang atau malam, ketika material datang, truk jungkit tak sukar lalu-lalang di depan rumahnya.
“Bising sudah pasti mengganggu,”tegasnya.” Selain itu, getaran yang terasa saat kendaraan mereka (PT KFI) lewat, itu kerasa banget.”
Getaran itu memunculkan kekhawatiran baginya. Jarak tembok beton beton pembatas perusahaan dan rumahnya terhitung dekat, dua puluh satu meter. Seorang warga di kelurahannya pernah mengeluhkan terkait keretakan rumah. Ia pun berinisiatif untuk selalu mendokumentasikan berbagai sisi rumahnya—baik melalui gambar juga video.
“Kalau khawatir, saat ini, nanti, produksi pasti khawatir,”kata dia. “Tapi kita masyarakat mau gimana lagi, itu sudah terjadi. Kalau dibilang keberatan, ya, mau keberatan sama siapa, karena itu lahan mereka (PT KFI), jadi bingung harus bersikap seperti apa,”
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Pendingin, Dedi Susanto tak menampik bahwa pembangunan industri peleburan nikel PT KFI menimbulkan beberapa dampak negatif. Mulai dari debu, kerusakan rumah hingga persoalan lingkungan. Situasi ini membuatnya khawatir. Sementara salinan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal PT KFI belum diterima
“Kami hanya minta salinan amdal harus segera diberikan, karena ada beberapa poin yang harus dikoreksi oleh DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kaltim,”serunya.
Ia meminta kepada PT KFI untuk memperhatikan persoalan lingkungan. Kehadiran PT KFI berpotensi merugikan warga yang tinggal di sekitar perusahaan. Ada delapan rukun tetangga yang bersebelahan langsung dengan KFI. Di antaranya rukun tetangga 02,04.05,07,08,09,10 dan 13. Dedi memperkirakan ada sekitar 300 rumah yang berdekatan langsung dengan KFI.
“Bahkan untuk RT 08, RT 13 dan 09 itu nggak sampai 20 meter (jaraknya) dari pagar smelter (PT KFI),”ucapnya. “Kami berharap, PT KFI bisa memberikan suatu kenyamanan untuk kami, bagaimana caranya bisa mengevaluasi dampak-dampak negatif yang terjadi jika smelter nikel ini berjalan atau produksi.”
Dedi menilai, semestinya amdal diberikan sebelum pembangunan PT KFI. Situasi ini membuatnya lelah dan kecewa. Ia berulang-kali melayangkan protes terkait persoalan lingkungan. Aksi untuk menyetop PT KFI pun pernah dilakukan. Namun, hasil yang didapat justru tudingan sebagai pemberontak.
“Nama saya sempat beberapa kali di-blacklist karena saya tidak bisa diatur. Saya dipilih masyarakat dan saya harus berdiri di masyarakat,”ucap pria yang telah menjabat sebagai ketua LPM Kelurahan Pendingin selama dua setengah tahun itu. [Bersambung]
Liputan ini merupakan hasil kolaborasi Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Samarinda yang terdiri dari Tempo, kaltimkece.id, kaltimtoday.co, mediaetam.com, presisi.co, independen.id dan Project Multatuli.
Pantaukaltim mendapat izin dari KJI Samarinda untuk tayangkan kembali liputan dalam 5 tulisan berseri. [*/dtn]