SAMARINDA – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Abdul Rohim, menyoroti keadaan terbengkalainya pembangunan Pasar Pagi dan dampaknya terhadap 48 pemilik ruko berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM).
Rohim meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda untuk mengambil keputusan tegas dan memastikan adanya solusi yang tidak merugikan semua pihak.
“Jadi ini catatan penting, kedua belah pihak harusnya punya kedewasaan dan kebijaksanaan. Kalau sama-sama mengambil posisi ngotot, ini tidak akan selesai,” ungkap Rohim pada Kamis 22 Februari 2024.
Ia mengingatkan bahwa saat ini kondisi masuk dalam ranah deadlock, yang dapat berujung pada masalah hukum jika tidak segera ada penyelesaian.
Rohim menjelaskan bahwa ketidakselesaian dalam penyelesaian masalah dapat menghambat proses rekonstruksi dan pembangunan. Ia menekankan pentingnya kedua belah pihak, baik pemkot maupun pemilik ruko, untuk hadir dan berdiskusi dengan pikiran dan perasaan yang jernih demi kebaikan bersama.
“Kalau tidak selesai deadlock ini akan masuk ke area hukum. Sangat terbuka itu, tapi kalau masuk ke area hukum, maka proses rekontruksi tidak bisa berjalan,” tegasnya. Rohim menyoroti dampak tertundanya pembangunan terhadap pedagang yang direlokasi, yang akhirnya dapat merugikan mereka.
Ia mengajak kedua belah pihak untuk tidak bersikeras pada ego masing-masing, melainkan mencari solusi yang dapat diterima semua pihak tanpa merugikan salah satu pihak. Rohim menekankan bahwa harus dipikirkan dampak yang akan terjadi kepada 2.800 pedagang yang menunggu selesainya revitalisasi Pasar Pagi.
“Mari kita pikirkan dampak yang akan terjadi kepada 2.800 pedagang yang menunggu revitalisasi ini selesai. Jangan sampai karena ada ego dari salah satu pihak, kemudian dampaknya ke pedagang yang direlokasi itu. Kita yakin pasti ada solusinya,” pungkasnya. [Re/ADV/DPRD Kota Samarinda]