KUTAI TIMUR, PANTAUKALTIM – Menggunakan batu batik lengan panjang, Ahmad Benni memimpin rombongan perwakilan aparat desa dan warga, memasuki ruang sidang Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur [Kutim] di Sangatta, pada suatu pagi di Pertengahan Maret 2023.
Agenda pagi itu, rapat dengar pendapat [RDP] warga dan perusahaan sawit karena tumpang tindih lahan warga dan Hak Guna Usaha (HGU).
Di hadapan para wakil rakyat, Benni dengan tegas meminta lahan-lahan warga Desa Benua Baru yang dicaplok HGU 2 perusahaan sawit, PT Nala Palma dan PT Telen Prima Sawit, segera dikeluarkan.
Benni bilang masyarakat kesulitan mengurus sertifikat tanah, karena terhalang HGU. Sayangnya, 2 perusahaan yang disebutkan Benni absen saat rapat dengar pendapat itu.
Hari itu, tepat sebulan sebelumnya Benni dilantik jadi Kepala Desa Benua Baru setelah menang pertarungan pilkades serentak, 5 Desember 2022.
Dari 79 kepala desa terpilih yang dilantik Bupati Kutai Timur [Kutim], Ardiansyah Sulaiman, mungkin Benni satu-satunya kades paling muda.
Usianya baru 30 tahun.
Saat memimpin rombongan perwakilan aparat desa dan warga, Benni terlihat sangat percaya diri. Tampilannya lebih segar. Rambutnya disisir ke arah samping, sedikit diolesi minyak rambut jadi lebih mengilau.
Saat masuk ruang sidang pun, Benni tampak paling muda, dibanding mayoritas peserta rapat yang lain, termasuk para anggota dewan.
Mereka rata-rata seusianya bapaknya, tapi pria kelahiran Benua Baru, 6 November 1993 itu tidak insecure. Memang begitu seharusnya, sebab, dia lah komandan yang memimpin pasukan.
Benni menyambung, masyarakat baru mengetahui lahan mereka masuk HGU setelah masuk program sertifikasi gratis dari PTSL [Pendaftaran tanah sistem lengkap] sekitar setahun lalu.
“Padahal lahan warga itu sudah puluhan tahun, warga kelola,” tegas Benni.
Benni meminta para anggota dewan harus ikut menyuarakan dan membantu masyarakat agar lahan mereka segera keluar dari HGU. Permintaan Benni direspon baik para wakil rakyat.
Absennya 2 perusahaan sawit saat rapat dengar pendapat ini, membuat para anggota dewan sempat berang.
Mereka memberi ultimatum kepada 2 perusahaan tersebut, apabila tidak hadir pada rapat selanjutnya, maka dewan akan membentuk panja atau unit kerja sementara untuk mengusut kasus tumpang tindih lahan warga dan HGU.
Perjuangkan Jalan Desa
Satu masalah belum kelar, datang lagi masalah baru. PT Telen Prima Sawit menggunakan jalan umum milik Desa Benua Baru untuk aktivitas angkutan Tandan Buah Segar (TBS) dari kebun Benua Baru Estate (BBE) menuju pabrik.
Benni kembali naik pitam. Tepat 17 Juli 2023, mewakili Pemdes, ia menyurati PT Telen Prima Sawit dengan Nomor Surat 03.05/713/VII/2023.
Isinya, meminta perusahaan menunjukan izin penggunaan jalan umum itu, karena masyarakat sangat dirugikan, selain kerusakaan jalan, juga debu dan dampak lain yang ditimbulkan.
Benni memberi ultimatum apabila dalam 7 hari pihak perusahaan tidak memberikan jawaban atas surat tersebut, maka akan dilaporkan ke Bupati Kutim, DPRD Kutim, hingga ke Gubernur Kaltim.
“Kalau tetap perusahaan tidak mengentikan, kami akan tutup paksa. Kami anggap pihak perusahaan telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Benni.
Benni bilang Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit, melarang penggunaan jalan umum untuk kepentingan industri.
“Bahkan di situ [Perda] ada sanksi denda Rp 50 juta maupun pidana kurungan 6 bulan,” tambah dia.
Tetap tak diindahkan perusahaan, Benni kembali mendorong kasus itu untuk dibahas di DPRD Kutim melalui suratnya, tanggal [30/8/2023].
Dua pekan setelahnya, DPRD Kutim memanggil PT Telen Prima Sawit, Dinas Perkebunan, Dinas Perhubungan hingga camat dalam rapat dengar pendapat (RDP), Kamis, [14/9/2023].
Poin pembahasan, dugaan pelanggaran penggunaan jalan umum oleh PT Telen Prima Sawit di Desa Benua Baru, Kutai Timur.
“Kami selaku pemerintah desa mendukung adanya investasi, tapi jangan sampai atas nama investasi, masyarakat dirugikan. Itu yang kami enggak mau,” tegas Kades Benni yang juga mantan aktivis kampus ini.
Kedaulatan Warga Desa Benua Baru
Sejak terpilih jadi Kades, Benni mengaku selalu menempatkan kedaulatan warga Desa Benua Baru di atas segalanya.
Kedaulatan atas tanah sebagai ruang hidup, lingkungan sehat dan ramah, akses jalan yang memadai, ekonomi berkelanjutan, pendidikan dan kesehatan yang berkualitas serta akses layanan publik yang mudah dan cepat.
Semua aturan desa, juga program kerja kades dan semua aturan turunannya tunduk pada kedaulatan warga.
“Termasuk semua perusahaan yang saat ini berinvestasi di sekitar wilayah Benua Baru. Jangan semena-mena,” tegas Benni, “ketika hak dasar masyarakat terabaikan atau terganggu karena investasi, maka di situ pula kami paling depan menentang dan siap pasang badan,”
Benni mengaku tak takut siapapun, termasuk kehilangan jabatan, jika yang ia perjuangkan untuk kepentingan orang banyak. Justru, kata dia, militansi makin teruji jika gempuran masalah datang tanpa henti.
Berani Ambil Risiko
Nelayan yang handal tidak lahir dari laut yang tenang, tapi terpaan badai dan ombak yang menggulung.
“Saya sendiri memaknainya, bahwa tidak ada ketangguhan yang diraih tanpa proses,” ucap Benni, “karena itu, menyambung kata Pram, keberanian pun harus dilatih, dia tidak lahir dari ruang kosong, termasuk soal prinsip,”
Soal terpaan ombak, Benni merasa gelombang aktivisme yang ia lalui di kampus saat menjadi mahasiswa cukup mengajarkannya banyak pengalaman, juga membentuk mental kepeloporan.
“Karena kepeloporan itu lah, aku mau jadi kepala desa,” celetuk Benni sambil senyum kecil.
Benni bergabung dengan organisasi mahasiswa ekstra kampus, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi [LMND].
Dari situ, Benni mengaku banyak belajar bagaimana ia memperkuat ideologi.
Mencari asupan pengetahuan, berdiskusi, menguji teori, menambah perspektif dan lainnya, untuk memperkaya khazanah berpikir.
Semua kekayaan pengetahuan itu akan termanifestasi melalui tindakan dan praktik politik, advokasi, pengorganisasian dan lainnya. [*]