Analisis Nekropsi Ungkap Penyebab Kematian 5 Ekor Pesut 2024

Tim saat memeriksa fisik penyebab kematian pesut. [dok.ist]

Pantaukaltim.com, Samarinda – Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), merupakan mamalia air tawar endemik yang dilindungi dan memiliki populasi terbatas.

Habitat mereka menghadapi tekanan besar akibat aktivitas manusia dan degradasi habitat.

Populasi pesut Mahakam, yang terbatas pada Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, saat ini berada dalam kondisi kritis dengan kurang dari 67 individu yang tersisa berdasarkan data Tahun 2023 berdasarkan hasil survei dan monitoring yang dilakukan Yayasan Konservasi RASI bekerjasama dengan BPSPL Pontianak.

Kawasan Konservasi Nasional Perairan Mahakam Wilayah Hulu, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 49 Tahun 2022, menjadi lokasi utama perlindungan spesies ini.

Namun, lima kasus kematian pesut yang terjadi sepanjang tahun 2024 menyoroti ancaman yang kian mendesak dan perlunya langkah-langkah konservasi yang lebih baik.

Untuk memahami penyebab kematian ini, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, bekerja sama dengan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Fakultas Perikanan  dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Mulawarman (UNMUL), Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) I Kaltim, dan Yayasan RASI (Rare Aquatic Species Indonesia), telah melakukan serangkaian analisis terhadap 5 (lima) kasus kematian pesut sepanjang tahun 2024.

Analisis ini bertujuan untuk mengungkap berbagai faktor penyebab kematian, termasuk gangguan fisik, paparan zat kimia berbahaya, dan ancaman lingkungan.

Analisis dilakukan secara komprehensif melalui beberapa tahap yaitu :

(1) Nekropsi, melalui pemeriksaan fisik untuk mengetahui kondisi tubuh pesut, termasuk adanya luka, trauma, atau tanda-tanda gangguan kesehatan,

(2) Analisis Histopatologi  berupa studi jaringan untuk mengidentifikasi kerusakan pada organ vital, seperti paru-paru, ginjal, hati, dan jantung,

(3) Analisis Logam Berat berupa Uji kadar logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan tembaga (Cu) di jaringan tubuh untuk mengidentifikasi paparan zat berbahaya dan

(4) Analisis Mikroplastik berupa deteksi serat, film, atau fragmen mikroplastik di lambung dan usus pesut untuk memahami dampak pencemaran plastik.

Hasil temuan utama kasus kematian pesut di Tahun 2024 sebagai berikut :

  1. Pesut dengan kode Ob-Ma-21-2-24 ‘Four’ yang ditemukan pada tanggal 21 Februari 2024 di Perairan Sungai Desa Bukit Jering, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan pesut jantan dewasa yang ditemukan mati dengan penyakit organ pernapasan dan ginjal akibat usia lanjut. Mikroplastik ditemukan di lambung dan ususnya, sementara kadar logam berat masih di bawah ambang batas.
  2. Pesut dengan kode Ob-Ma-2-4-24 ‘Angel’ yang ditemukan pada tanggal 2 April 2024 di Pelabuhan Museum Mulawarman, Tenggarong merupakan pesut betina yang ditemukan dalam kondisi pembusukan lanjut, diduga mati akibat tersangkut jaring ikan dan tenggelam.
  3. Pesut dengan kode Ob-Ma-28-4-24 ‘Rexy’ yang ditemukan pada tanggal 28 April 2024 di Desa Pulau Harapan, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan pesut jantan yang mati karena letal kronis akibat akumulasi bahan-bahan toksik yang satu diantarannya berasal dari makanan yang dikonsumsi
  4. Pesut dengan kode Ob-Ma-21-6-24 ‘Samarinda’ yang ditemukan pada tanggal 21 Juni 2024 di Kota Samarinda merupakan pesut Jantan dewasa yang ditemukan mati akibat CHF (Congetif Heart Failure-gagal jantung) dan adanya renal Failure (gagal ginjal) karena adanya paparan zat kimia berbahaya dan factor usia lanjut pada pesut.
  5. Pesut dengan kode Ob-Ma-12-7-24 ‘Pela’ yang ditemukan pada tanggal 12 Juli 2024 di Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan pesut bayi pesut betina yang ditemukan mati dengan dugaan infantisida oleh pesut lain dan adanya faktor sakit (ginjal, lambung, paru-paru dan liver).

Syarif Iwan Taruna Alkadrie selaku kepala BPSPL Pontianak menekankan hasil analisis ini menjadi peringatan serius bagi populasi Pesut Mahakam, beliau menyampaikan.

“Pesut Mahakam menghadapi tekanan besar dari aktivitas manusia, termasuk penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, pencemaran mikroplastik, dan paparan zat kimia berbahaya.

Kawasan Konservasi Nasional di Perairan Mahakam Wilayah Hulu yang dikelola oleh BPSPL Pontianak memainkan peran vital dalam melindungi habitat dan populasi pesut. Kawasan Konservasi (KK) di Perairan Mahakam Wilayah Hulu memiliki total luasan sebesar 42.667,99 Ha, yang terbagi menjadi Zona Inti seluas 1.081,28 Ha, Zona Pemanfaatan seluas 30.695,74 Ha, dan Zona Lainnya seluas 10.890,97 Ha. Dengan zona inti seluas 1.081 hektar, kawasan ini dirancang untuk mendukung perlindungan habitat strategis pesut, termasuk lokasi pemijahan ikan yang menjadi sumber makanan utama mereka” ujar Iwan.

Upaya konservasi akan mencakup peningkatan pengawasan habitat, penegakan hukum terhadap aktivitas yang merusak lingkungan, dan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem Sungai Mahakam. Selain itu, penelitian lanjutan perlu dilakukan tentang dampak mikroplastik, logam berat, dan faktor genetik pesut akan dilakukan untuk mendukung langkah konservasi yang lebih baik.

Temuan ini menjadi pengingat akan urgensi perlindungan pesut Mahakam. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, LSM, dan masyarakat lokal sangat diperlukan untuk menciptakan habitat yang lebih aman dan berkelanjutan bagi pesut. Dengan hasil analisis ini, diharapkan langkah-langkah konservasi yang diambil dapat memastikan keberlanjutan spesies pesut di Indonesia, khususnya di Sungai Mahakam. [*]

Print Friendly, PDF & Email