JAKARTA – Buntut ditetapkannya Mantan Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, Ridwan Djamaludin sebagai tersangka, karena melakukan penyederhanaan melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1806 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, Persetujuan, RKAB Serta Laporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.
Pejabat di Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, mengungkapkan tak akan lagi melakukan melakukan simplifikasi atau pemangkasan jumlah regulasi. Terutama, dalam proses penerbitan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mineral dan batu bara (Minerba).
Menanggapi rencana tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pertambangan Rakyat (APPRI), Rudi Prianto meminta langkah tersebut perlu dipertimbangkan secara matang.
“Sebab, bakal merugikan para pengusaha, selain karena prosesnya lama dan panjang juga menguras waktu dan biaya,” terang Rudi.
Selain itu, kata Rudi, pengurusan izin yang rumit dan panjang melalui bakal membuka potensi praktik suap menyuap. Hal itu sudah menjadi rahasia umum, karena setiap pemohon pasti ingin mempercepat proses pengurusan izinnya.
“Praktik-praktik suap begini yang perlu dipangkas melalui simplifikasi regulasi,” tegas Rudi.
Rudi menegaskan, APPRI mendukung penuh perlu ada diskresi kebijakan untuk mengurusi ribuan IUP yang kini jadi tanggungjawab Kementerian ESDM. Diskresi kebijakan itu, bisa melalui simplifikasi atau pemangkasan jumlah regulasi.
“Hal itu agar dapat meningkatkan kecepatan layanan dan juga mengurangi potensi praktik suap. Apalagi ribuan IUP yang ditarik dari daerah ke pusat itu perlu diurusi,” terang Rudi.
Kendati demikian, Rudi menegaskan, apabila ada pihak pengusaha yang salah menggunakan kebijakan diskresi tersebut, maka harus bertanggung jawab atas tindakannya.
Dalam konteks ini, langkah tepat bagi penegak hukum untuk melakukan pengawasan atas penyederhanaan kebijakan tersebut dan menghukum jika ada pihak yang salah gunakan. [*]