JAKARTA – “Bagaimana mungkin laporan seorang Gubernur perihal pemalsuan tanda tangan 21 IUP palsu dihentikan polisi,”
Demikian celetukan Ketum APPRI, Rudi Prianto menanggapi penyelidikan kasus 21 IUP palsu yang tak berujung.
Rudi menilai, ada unsur ketidakseriusan dalam penuntasan kasus ini sedari awal. Sehingga, dari proses pelaporan hingga penyelidikan hanya gimik belaka.
Sejak Juni 2023 penyelidikan kasus 21 IUP palsu telah dihentikan Polda Kaltim.
Alasannya karena tim Dirreskrimum Polda Kaltim tak menemukan dokumen autentik IUP yang terindikasi palsu itu saat melakukan penggeledahan di Kantor Gubernur Kaltim.
Padahal, yang melapor kasus ini ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kaltim, justru oleh Inspektorat Kaltim pada November 2022.
Laporannya perihal pemalsuan tanda tangan Gubernur Kaltim. Tapi, anehnya Isran Noor tak pernah diperiksa sebagai saksi oleh Polda Kaltim, hingga kasus itu dihentikan.
Hal ini, kata Rudi, memunculkan dugaan bahwa pemalsuan 21 IUP ini ada unsur sengaja ingin dihentikan dan seolah pelaporan pencatutan tanda tangan Gubernur Kaltim di Polda Kaltim hanya gimik belaka.
Rudi menilai pemprov tampak tidak kooperatif untuk mencari dokumen asli 21 IUP yang diduga dipalsukan. Bahkan justru cenderung menutupi, sehingga membuat kasus ini berpotensi antiklimaks.
Sebab, laporan Inspektorat Kaltim dimaknai sebagai tindakan pemprov secara kelembagaan.
Oleh karena itu, perlu upaya aktif mempermudah proses hukumnya, termasuk mencari dokumen aslinya.
“Terbuktikan sampai saat ini kasus 21 IUP palsu seolah menguap dan hilang. Padahal, ada tindak pidana dan dugaan kejahatan lingkungan di situ,” ungkap Rudi. [*]