JAKARTA – Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengusaha Pertambangan Rakyat (APPRI), Rudi Prianto menyayangkan upaya simplifikasi atau pemangkasan regulasi yang dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam hal ini Mantan Dirjen Minerba, Ridwan Djamaludin dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Padahal, kata Rudi, upaya tersebut dalam rangka mempersingkat alur birokrasi yang selama ini prosesnya di birokrasi panjang dan memakan waktu lama.
“Ini bagian dari upaya mempersingkat waktu dengan mempermudah proses agar iklim investasi tetap kita sehat. Itu kan sesuai arahan Bapak Presiden meminta agar birokrasi di tanah air tidak boleh berbelit-belit, harus lincah, dan cepat,” ungkap Rudi, Kamis (30/8/2023).
Bahkan, kata Rudi, Jokowi saat memimpin rapat terbatas (ratas) membahas percepatan transformasi dan keterpaduan layanan digital di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (12/6/2023), menyampaikan bahwa untuk membuat birokrasi lebih lincah, pemerintah harus melakukan pemangkasan baik dari sisi sisi regulasi agar lebih sederhana, maupun klasifikasi jabatan aparatur sipil negara (ASN). [baca di sini : https://setkab.go.id/presiden-jokowi-dorong-birokrasi-berdampak-dan-tak-berbelit/
“Lalu, kenapa penyederhanaan regulasi yang dilakukan Bapak Ridwan Djamaludin saat menjabat Dirjen Minerba menjadi bermasalah? Bukan kah itu senapas dengan perintah Bapak Presiden?,” tanya Rudi.
Bagi Rudi, langkah Kejagung menetapkan Ridwan Djamaluddin tersangka tidak tepat. Pasalnya Ridwan tidak memiliki mens rea (niat jahat) dalam membuat kebijakan yang berujung pada petersangkaan dirinya.
Tapi oleh Kejagung, Ridwan dituding terlibat saat memimpin rapat terbatas membahas dan memutuskan penyederhanaan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan yang telah diatur dengan Keputusan Menteri ESDM nomor 1806 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018.
Akibat pengurangan/penyederhanaan aspek penilaian tersebut menguntungkan pihak kontraktor. Belakangan, RKAB tersebut pada kenyataannya diperjualbelikan oleh para kontraktor.
“Masa orang mau menyederhanakan alur birokrasi yang ribet dituduh korupsi. Ini enggak masuk akal. Ada yang janggal dalam kasus ini, saya kira Pak Ridwan hanya korban dan orang yang ditarget,” sambung Rudi.
Rudi menjelaskan Ridwan telah berupaya menyederhanakan kebijakan dalam proses persetujuan RKAB untuk ribuan IUP yang ditarik ke Pusat setelah adanya regulasi baru.
Penyederhanaan tersebut, kata dia, bertujuan untuk meningkatkan kecepatan layanan dan mengurangi potensi praktik suap yang dapat terjadi akibat dari proses yang panjang dan rumit.
“Namun, sangat disayangkan, ada kontraktor yang memanfaatkan kebijakan ini dengan melakukan “pemalsuan” izin. Pertanyaannya, apakah adil jika Ridwan dijadikan sebagai tersangka atas tindakan kriminal seseorang yang memanfaatkan kebijakan tersebut,” tegas Rudi.
Untuk itu, Rudi meminta KPK perlu masuk dalam kasus ini, membuktikan unsur mens rea dalam tindakan korupsi Ridwan Djamaludin.
Dengan begitu, pengungkapan kasus ini akan menjadi lebih fair, karena ada perbedaan pendekatan antara lembaga penegak hukum. Hal itu guna menghindari agenda politik tertentu. [*]