SAMARINDA – Koalisi masyarakat sipil Kaltim menggelar aksi di depan kantor Komisi Pemilihan Umum [KPU] Kaltim, Senin [12/2/2024]. Koalisi ini gabungan dari beberapa lembaga yakni Jatam Kaltim, AMAN Kaltim, Pokja 30 Kaltim, LBH Samarinda, Sambaliung Corner, Perempuan Mahardika, Aksi Kamisan Kaltim dan XR Bunga Terung Kaltim.
Aksi mereka merespon hajatan politik pemilu 2024. Bagi mereka, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 hanya akan menjadi kesempatan kembali bagi para kandidat untuk menumpuk utang sosial ekologis negara kepada rakyatnya.
Warisan dan tumpukan masalah ini akan menajdi bom waktu dimasa depan, selain para pasangan calon presiden dan wakil presiden masih ditunggangi olehh oligarki pelaku bisnis ekstraktif.
Dari pemilu ke pemilu tidak pernah ada evaluasi kinerja dan penyelesaian daftar warisan masalah terdahulu oleh rezim baru, namun justru sibuk menambah janji-janji kosong dan mimpi indah yang tak ada urusannya dengan persoalan yang dihadapi rakyat, hal ini terlihat melalui beberapa pola sepanjang lima Pemilu yang digelar sejak pasca reformasi.
Khususnya mulai dari Pemilu 2004 hingga Pemilu 2024, yang jika dievaluasi kelima Pemilu dalam kurun 20 tahun terakhir telah menghabiskan dana sebanyak 144 triliun rupiah, akan tetapi nampakterlihat bahwa Pemilu hanyalah sekedar ; tumpukan janji baru pasangan calon yang akan menggunubg dan menjadi bom waktu di masa depan. Pasangan pemenang Pemilu bahkan tidak melunasi janji dan menyelesaikan utang sosial ekologis saat mereka berkuasa justru mengeluarkan kebijakan dan program yang kontroversial.
Tunggakan utang sosial ekologis terus tumbuh dan berkelanjutan tanpa evaluasi terus terulang dalam daur 5 tahunan melalui serangkaian agenda politik elektoral mulai dari pileg, pilkada dan pilpers. Janji-janji yang muncul sepanjang masa kampanye dalam 20 tahun terakhir adalah janji dan program yang membangkrutkan ruang bentang sosial, ekonomi dan ekologis.
Hal ini dibuktikan dengan mengulang-ulangnya janji mengejar targer pertumbuhan ekonomi hingga 7% yang keseluruhannya bersandar pada paradigma ekonomi menetes yang menggunakan mesin industri skala raksasa yang menyebabkan perombakan produksi konsumsi rakyat, mengubah pemilik menjadi buruh yang muaranya adalah penyusutan ruang hidup, degradasi kualitas hidup, dehumanisaso, konflik dan pelenyapan generasi.
Para pengusung dan penyokong bagi pasangan calon hingga kandidat pada level legislatif baik secara perseorangan maupun melalui partai politik ternyata juga terbukti mempunyai segudang masalah, mulai dari terlibat sebagai tim dan anggota pendukung kebijakan kontroversial seperti perombakan UU KPK hingga terbitnya UU Omnibuslaw yang juga mendapatkan kritikan dari banyak kalangan. Belum lagi, para paslon terpilih pun terbukti dalam rekam jejaknya mengelurakan sejumlah kebijakan yang merampas dan memiskinkan masyarakat, termasuk janji penuntasan tambang ilegal dan masalah lubang tambang yang taka da realisasi sama sekali. Bahkan dalam Pemilu 2024 kali ini pun sejumlah kecurangan mulai terungkap di depan mata publik dan dilakukan secara terang-benderang.
Maka melalui aksi pada hari ini, kami Koalisi Masyarakat Sipil setiap rezim Pemilu yang masih bernaung pada hegemoni pelaku pasar bebas dan terus setia pada paradigma pertumbuhan ekonomi yang bersandar pada industri ekstraktif cara mereka memelihara kuasa dan hak-hak istimewa mereka adalah dengan mengendalikan cara berpikir khalayak luas bahwa Pemilu adalah solusi dan jalan keluar. Namun yang penting disorot bukan hal-hal yang diperdebatkan terbuka, tetapi justru hal-hal yang tidak lagi diperdebatkan karena sudah diterima sebagai keniscayaan yakni kesetiaan ketiga pasangan calon peserta Pemilu 2024 kepada instrumen ekonomi pertumbuhan dan ekstraktivisme.
Jika sudah begitu apakah ritual demokrasi seperti Pilkada, Pileg dan Pilpres akan menghindarkan rakyat dari penyusutan ruang dan degradasi kualitas hidup, dehumanisasi, rontoknya tata produksi dan konsumsi hingga konflik dan lenyapnya generasi ? Kesadaran kritis rakyat juga harus dibangkitkan untuk menghargai apa yang saat ini sudah dikuasai dan dimiliki, karena itu adalah alas dan kapital organik setempat yang harus digunakan untuk mewujudkan jejaring produksi dan konsumsi yang berdaya-pulih. Karena rakyat tidak dapat lagi berharap bahwa negara akan menjamin keselamatan mereka. Rakyat sendiri yang mampu menentukan apakah mereka akan selamat atau harus menyingkir dari ruang hidup mereka.
Selain itu kami mengingatkan pada sejumlah utang sosial ekologis yang harus segera dibayarkan tuntas seperti : janji penutasan masalah tambang ilegal di Kaltim, masalah lubang tambang, pengesahan RUU Masyarakat Adat dan perlindungan serta pengakuan Masyarakat Adat, pengesahan RUU PPRT hingga kenaikan upah buruh 5% per-tahun. [rilis]