Tak Hanya Timah, Ketum APPRI Desak Kejagung Bongkar Korupsi Sektor Pertambangan Batu Bara di Kaltim

JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pertambangan Rakyat Indonesia (APPRI), Rudi Prianto meminta Kejaksaan Agung (Kejagug) tak hanya mengungkap kasus korupsi timah di Bangka Belitung tapi juga melirik daerah-daerah lain.

“Misalnya di Kaltim, kerusakan lingkungan di Kaltim juga harus diperhatikan. Mafia koridoran batu bara atau penambangan tanpa izin menjamur dari Berau, Kutai Kartanegara dan Kutai Barat. Kalau Kejagung bisa hitung kerusakan lahan tambang timah, harusnya kerusakan lahan batu bara di Kaltim juga harus dihitung total kerugiaan negara,” ungkap Rudi, Selasa (16/4/2024).

Rudi mengungkapkan kegiatan penambangan batu bara ilegal di Kaltim melibatkan banyak pihak, dari oknum aparat hukum, pemilik lahan, hingga para operator alat berat dan pihak-pihak terkait lainnya.

Kegiatan penambangan ilegal di Kaltim, bahkan dilakukan secara terbuka seperti di tepi jalan raya, yang ketika orang melintas pasti mengetahui kegiatan tersebut ilegal. Sebab jalan masuk menuju titik galian biasa ditutupi seng. Selain itu, titik galian yang merusak lingkungan tampak jelas dipandang mata.

“Tapi kenapa terkesan dibiarkan. Adanya pembiaran berarti kuat dugaan ada pembagian. Bagi-bagi jatah dari oknum-oknum terkait yang saling backup itu,” terang Rudi.

Lebih jauh, lanjut Rudi, batu bara ilegal yang dihasilkan dari penambangan ilegal itu diangkut menggunakan surat resmi dari perusahaan. Justru perusahaan-perusahaan resmi yang meminjamkan dokumen atau surat-surat resmi mengatasnamakan batu bara seolah resmi dari perusahaan tersebut.

“Temuan kami banyak sekali penyalahgunaan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) di Kaltim untuk kegiatan batu bara ilegal. Batu bara dari hulu, surat dari hilir,” ucap Rudi menganalogikan.

Misal, ada batu bara ilegal yang diangkut dari Kabupaten Kutai Barat tapi menggunakan surat-surat atau dokumen RKAB dari perusahaan yang lokasi kerjanya ada di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Meski begitu, perusahaan – perusahaan yang sengaja meminjamkan dokumen RKAB juga nyaris tak menerima sanksi tegas. Padahal, kata Rudi, ada pelanggaran hukum.

“Kami menduga jangan-jangan instansi terkait ikut bermain dalam praktik curang ini, karena seolah ada pembiaran baik oleh pemerintah maupun pun penegak hukum,” tegas dia.

Rudi mengatakan daripada praktik itu terus menerus terjadi, lebih baik pemerintah mengakomodasi saja para penambang ilegal itu melalui Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dengan merevisi aturan yang membatasi lingkup kerja penambangan rakyat sebagaimana Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.

Selama ini penambangan rakyat hanya diberi kewenangan menambang batuan dan pasir.

“Tinggal diperluas saja untuk bisa menambang batu bara, biar kegiatan mereka jangan dianggap ilegal lagi. Daripada membiarkan penambangan (batu bara) ilegal menggunakan RKAB dari perusahaan resmi. Mau dibiarkan sampai kapan?,” sambungnya.

Selama pemerintah tidak memberi ruang itu, maka selama itu pula, kata Rudi, penambang batu bara ilegal terus menjamur bahkan tumbuh subur di Kaltim.

Pantau Kerusakan Lingkungan Pakai Drone

Rudi mengatakan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan tambang batu bara ilegal di Kaltim sangat masif. Hal itu mudah saja dipantau melalui udara atau menggunakan drone.

Tak hanya itu, bentuk pengawasan melalui udara dinilai Rudi akan lebih efektif.

“Kalau bisa (TNI) angkatan udara manfaatkan helikopter untuk pantau atau pakai drone sesuaikan dengan peta IUP-OP, mungkin lingkungan lebih rahma jika pengawasan dari udara,” ungkap Rudi. [*]

Print Friendly, PDF & Email